RSS

masa khulafarasyidin



SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM:
PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN


Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Diperesentasikan, Kamis, 27 Juni 2013



Oleh:


Julisah



Pembimbing:
Drs. Edi Yusrianto, M.Pd



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013


DAFTAR ISI
A.    PENDAHULUAN
B.     PEMBAHASAN
1.      Masa  Abu Bakar al-Shiddiq
2.      Masa Umar bin Khatthab
3.      Masa Utsman bin ‘Affan
4.      Masa Ali bin Abi Thalib
C.     PUSAT  DAN SISTEM PENDIDIKAN
D.    KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA


SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM:
PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN
Oleh: Ahsani Taqwyma, Fahrul Zaman, Julisah, M.Aqrom, Yusnaya Andraini

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan, sebagai sebuah proses pengembangan potensi manusia dalam segala aspeknya.[1] Ketika membahas tentang pendidikan tentunya tidak terlepas dari komponen-komponen penting yang saling berkaitan. Mulai dari landasan dan tujuan pendidikan, Pendidik dan peserta pendidik, kurikulum, metode dan strategi yang digunakan diharuskan memiliki kriteria  yang jelas, agar arah dari pendidikan tersebut jelas dan bisa dievaluasi. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan.[2]
Terlepas dari paradigma pendidikan itu sendiri, pada masa Nabi, Negara Islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan Islam berpusat di Madinah, setelah Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam dipegang oleh Khulafaurrasyidin dan wilayah Islam telah meluas di luar jazirah Arab. Para khalifah ini bukan hanya memperhatikan aspek pendidikan, namun juga syiar agama dengan perluasan ekspansi militer, demi kokohnya Negara Islam.
Khulafaurrasyidin adalah pecahan dari kata Khulafa’ dan Al-Rasyidin, Kata Khulafa’ mengandung pengertian : cerdik, pandai dan pengganti. Sedangkan kata, Al-Rasyidin mengandung pengertian : Lurus Benar dan Mendapat petunjuk.
Pengertian Khulafaurrasyidin adalah “ Pengganti yang cerdik dan benar serta para pemimpin pengganti Rasulullah dalam urusan kehidupan kaum muslimin, yang sangat adil dan bijaksana, pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnyasenantiasa pada jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Para pemimpin Khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang sahabat Rasulullah Yaitu: pertama Abu Bakar Siddiq (11-13 H/632-634 M), kedua Umar Ibn Khattab (13-23 H/634-644 M), ketiga Utsman Ibn Affan.(23-35 H/644-656 M), keempat Ali Ibn Abi Thalib.(35-40 H/656-661 M).
Dalam pemerintahannya mereka berjuang terus untuk agama Islam . mereka tidak pernah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya ataua untuk mengeruk harta. Mereka adalah pemimpin-pemimpin yang baik dalam melaksanakan kekuasaan. Mereka mau menerima dan mengemban kekhalifahan, bukan karena untuk mengharapkan sesuatu yang akan menguntungkan pribadiya, tetapi semata-mata karena pengabdiannya terhadap Islam dan mencari Keridhaan Allah SWT semata.
B.     PEMBAHASAN
1.       Masa Abu Bakar al-Shiddiq (632-634 M)
a)      Riwayat Hidup Abu Bakar
Abu Bakar memiliki nama lengkap Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin MAs’ud bin Tam bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi.[3] Sebelum memeluk agama Islam , beliau bernama Abdul ka’bah, setelah masuk Islam oleh rasulullah Namanya diganti menjadi Abdullah Ibn Abu Quhafah At – Tamimi. Ibunya bernama Ummul Khoir Salma Binti Sakhir Ibn Amir. Beliau Lahir dua tahun setelah Kelahiran Nabi Muhammad.
Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “ Abu (Bapak ) dan Bakar ( Pagi), gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena beliau orang senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa Muhammad SAW dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimani shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad pun meninggal dunia setelah peristiwa tersebut.[4]
b)      Sosial Masyarakat
Masa kepemimpinan Abu Bakar terhitung sangat singkat, hanya dua tahun. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah di kota madinah. Mereka menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Oleh karena itu, mereka menentang pemerintahan Abu Bakar. Dikarenakan sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut perang Riddah (perang melawan kemurtadan).[5]
c)      Pola Pendidikan
Dilihat dari sosial masyarakat yang pada saat itu tidak semua berpihak pada pemerintahan, dengan alasan diatas, Abu Bakar fokus untuk menangani pemberontakan orang-orang murtad, pengaku nabi dan pembangkan zakat. Hal ini menyebabkan pendidikan dimasa ini tidak banyak mengalami perubahan sejak masa Rasulullah saw. Yakni berkisar pada materi pendidikan seputar tauhid, akhlak, ibadah, kesehatan.[6]
1)      Pendidikan keimanan (Tauhid) yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2)      Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya.
3)      Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji .
4)      Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.[7]
Mengenai bentuk lembaga pendidikan pada masa ini, Ahmad Syalabi menegaskan lembaga untuk belajar membaca dan menulis pada saat itu disebut dengan Kuttab.[8]Disamping itu masjid juga berfungsi sebagai tempat belajar, ibadah, dan musyawarah. Khusus Kuttab, merupakan pendidikan yang di bentuk setelah masjid.  Selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada masa Abu Bakar. Sedangkan pusat pembelajaran pada masa ini adalah kota Madinah, dan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasulullah saw. yang terdekat.[9]
2.      Masa Umar bin Khatthab (634-644 M)
a)      Riwayat Umar bin Khatthab
Umar ibn Al-Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khatthab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin 'adi bin KA'ab bin Lu'ay.[10]Ayahnya bernama Nufail Al Quraisy dan Ibunya bernama Hantamah Binti Hasim. Beliau berasal dari bani Adiy. Dimasa Jahiliyah Umar adalah seorang saudagar yang berpengaruh mulia dan berkedudukan tinggi. Masuknya Umar ke barisan Umat islam telah membawa perubahan baru bagi masyarakat Islam. Umat Islam berani menjalankan Sholat dirumahnya masing – masing, Tidak takut menghadapi kaum Quraisy.
Umar Ibn Khattab diangkat menjadi Khalifah setelah wafatnya khalifah Abu Bakar. Peranan Umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol karena perluasan wilayah, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui kebenaranya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan kalau tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Islam belum tentu akan tersebar seperti sekarang ini.
b)      Sosial Masyarakat
Masa pemerintahan Umar bin Khatthab sekitar 10 tahun, mengalami perluasan wilayah kekuasaan. Yang mana Madinah sebagai pusat pemerintahan. Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh  tidak diperlukan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar harus pergi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan terpusat di Madinah.[11]
c)      Pola Pendidikan
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pendidikan juga tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya, Pola penddidikan dimasa ini mengalami perkembangan. Khalifah saat itu sering mengadakan penyuluhan (pendidikan) di kota madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan mengangkat guru dari sahabat-sahabat untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan. Mereka bukan hanya bertugas mengajarkan al-Quran, akan tetapi juga dibidang fiqih. Adapun tenaga pengajar sebagian besar adalah para sahabat yang senior, antara lain Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hasyim (di Bashrah), Abdurrahman bin Ghanam (di Syiria), Hasan bin Abi Jabalah (di Mesir).[12] Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan menulis al-Qur’an dan menghafalkannya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Namun Pendidikan pada masa Umar bin Khattab lebih maju daripada dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai nampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan pendidikan di masa khalifah Umar bin khattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan di samping telah diterapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu–ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.[13]
3.      Masa Utsman bin ‘Affan (644-656 M)
a)      Biografi Utsman bin Affan
Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari Quraisy.[14]  Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
b)      Sosial Masyarakat
Masa pemerintahan Utsman yang berlangung kurang lebih 11 tahun, masa yang lumayan lama ini stabilitas politik mulai memanas, hal ini disebabkan terjadinya fitnah dikalangan masyarakat. Salah satunya terdapat beberapa wilayah yang hendak melepaskan diri dari pemerintahan Ustman bin Affan, yang disebabkan dendam lama sebelum ditaklukkan Islam. Daerah tersebut adalah  Khurasan dan Iskandariah.[15] Selain itu ada dua hal yang menyebabkan rasa kebencian kepada khalifah semakin memuncak, yaitu kelemahan Utsman dan sikap Nepotisme. Utsman memang memiliki perangai yang berbeda dengan khalifah sebelumnya. Jika umar dengan ketegasannya menimbulkan wibawa dan disegani oleh masyarakat, berbeda dengan Utsman yang bersikap lemah lembut. Sedangkan sikap nepotismenya diwujudkan dalam bentuk pemerintahan. Pasalnya, pada masa ini banyak gubernur-gubernur yang dilepas jabatannya, dan digantikan dengan kerabatnya sendiri. Antara lain Mughirah bin Syu’bah gubernur Kufah digantikan Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Musa al-‘Asy’ari gubernur Bashrah digantikan Abdullah bin ‘Amir bin Kariz, ‘Amr bin ‘Ash gubernur Mesir digantikan abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah.[16]
Saif bin Umar mengatakan, bahwa sebab terjadinya pemberontakan beberapa kelompok menentang pemerintah adalah disebabkan seorang yahudi bernama Abdullah bin Saba’ yang berpura-pura masuk Islam dan pergi kedaerah Mesir untuk menyebarkan idenya tersebut dibeberapa kalangan masyarakat. Maka mulailah masyarakat mengingkari kepemimpinan Ustman Bin Affan serta mencelanya.[17]
c)      Pola Pendidikan
Pola tidak jauh berbeda dengan pola pendidikan yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja pada periode ini, para sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar dari kota madinah kecuali mendapatkan izin dari khalifah, mereka diperkenankan  untuk keluar dan mentap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini, maka orang yang menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa kesulitan untuk belajar ke Madinah.[18]
Khalifah Utsman bin Affan sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang disumbangkan untuk umat Islam, dan sangat berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an.[19] Penyalinan ini terjadi karena perselisiahn dalam bacaan al-Qur’an. Berdasarkan hal tersebut, khalifah Usman memerintahkan kepada tim yang dimpimpin Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist.
Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an ini diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Utsman bin Affan diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharap keridhaan Allah.
4.      Masa Ali bin Abi Thalib (656-611 M)
a)      Biografi Ali Bin Abi Thallib
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah. Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut. Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra.Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang. Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.
b)      Sosial Masyarakat
Beberapa hari setelah pembunuhan Ustman bin Affan, stabilitas keamanan kota madinah menjadi rawan. Gafqy bin Harb memegang keamanan ibukota Islam itu selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan Ustman bin Affan, dengan menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin.[20]
Pada masa pemerintahan  Ali yang hanya sekitar enam tahun itu, terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, salah satunya disebabkan kebijakan khalifah yang memecat gubernur-gubernur yang diangkat oleh khalifah sebelumnya (Ustman bin Affan). Seperti Ibnu Amir Gubernur Bashrah Ustman bin Hanif, Abdullah Gubernur Mesir diganti Qais bin Sa’ad, tak terkecuali Mu’awiyah bin Abi Sufyan Gubernur Damaskus, diminta untuk meletakkan jabatannya, namun menolak dan bahkan tidak mau mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.[21]
Selain itu, beliau juga mengeluarkan kebijakan baru dengan menarik hasil tanah yang sebelumnya telah hadiahkan oleh utsman kepada penduduk.[22] Tidak lama setelah itu, terjadi kesalah-pahaman diantara Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah binti Abu Bakar, Thalhah dan Zubair. Mereka berselisih mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Ustman bin Affan.[23] Hal ini mengakitbatkan pergolakan politik hingga terjadinya peperangan yang dikenal dengan peran Jamal yang dimenangi dari kubu Ali bin Abi Thalib.  Selain itu, pada masa ini terjadi perang shiffin. Yaitu peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufwan, gubernur Damaskus. Yang berakhir dengan Tahkim sebagai akibat timbulnya golongan pembenci Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Khawarij.[24]
c)      Pola Pendidikan
Masa enam tahun dengan situasi pemerintahan yang tidak stabil ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa ini mendapat hambatan, dikarenakan  khalifah sendiri tidak sempat untuk memikirkannya. Dan itu berarti pola pendidikannya tidak jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya.[25]
C.    PUSAT DAN SISTEM PENDIDIKAN
Secara umum pusat Pendidikan Islam pada Masa Khulafau Rasyidin terbagi dibeberapa wliayah antara lain :
1.      Mekkah. Guru pertama di Makkah adalah Muadz bin Jabal yang mengajarkan Al-Qur’an dan Hadist.
2.      Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain: Abu bakar, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3.      Bashrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy’ari, dia adalah seorang ahli fikih dan al-Qur’an.
4.      Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Mas’ud mengjarkan Al-Qur’an, tafsir, hadist, dan fikih.
5.      Damsyik (Syam). Setelah Syam menjadi bagian Negara Islam dan penduduknya banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar mengirim tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirin adalah Muaz bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga sahabat itu mengajar di Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Muaz bin Jabal di Palestina, Ubaidah di Hims.
6.      Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadist.[26]
Sedangkan Sistem pendidikan Islam secara umum pada masa khulafaurrasyidin dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa khalifah Umar bin Khattab yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum pada lembaga kuttab. Materi pendidikan Islam yang diajarkan pada masa khalifah al-Rasyidin sebelum masa Umar bin Khattab, untuk pendidikan dasar yaitu:[27]
1.      Membaca dan menulis
2.      Membaca dan menghafal al-Qur’an.
3.      Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, shaum dan sebagainya.
Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajari :
1.      Berenang.
2.      Mengendarai unta.
3.      Memanah.
4.      Membaca dan menghapal syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari :
1.      Al-qur’an dan tafsirnya.
2.      Hadits dan pengumpulannya.
3.      Fiqh (tasyri’).
Pusat dan sistem pendidikan ini terus berlanjut sampai pada khalifah terakhir Ali bin Abi Thalib.
D.    KESIMPULAN
Dari paparan diatas, peneliti mendapatkan beberapa point tentang sosial masyarakat serta pendidikan pada masa khulafaur Rasyidun sebagai berikut:
1.      Sosial Masyarakat pada masa keempat khalifah berbeda-beda. Pada masa Abu Bakar, beberapa wilayah ingin melepaskan diri dari pemerintahan, dengan anggapan keterikatan dengan islam sudah lepas dengan wafatnya Rasulullah.  Hal ini diwujudkan, dengan munculnya kaum murtad dengan mengikuti para nabi palsu, dan timbulnya pembangkan zakat secara massal. Adapun pola pendidikan dan materi yang diajarkan tidak jauh berbeda dengan masa Rasulullah, hanya saja lembaga pendidikan kuttab sudah mulai menyebar dengan penyebaran dakwah Islam itu sendiri. Hal ini berlanjut pada masa Umar bin Khatthab.
2.      Pada Khalifah kedua, memang pendidikan lebih maju dikarenakan kondisi politik dan masyarakat relatif stabil. Namun dalm bidang pendidikan terdapat kebijakan dengan melarang pembesar sahabat keluar dari madinah dengan alasan stabilitas pemerintahan. Sehingga banyak orang dari luar yang berdatangan menuntut Ilmu kemadinah,  materi bahasa arab paa masa ini semakin diminati. Dan mengirimkan beberapa sahabat lain untuk menjadi gubernur, sekaligus sebagai tokoh agama.
3.      Sikap lemah dan nepotisme yang dimiliki khalifah Utsman nampaknya menjadi salah satu sebab munculnya pemberontakan dibeberapa wilayah,  sehingga pada masa ini situasi politik semakin memanas yang berakhir dengan terbunuhnya khalifah. Pola penidikan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya, namun kran pendidikan dibuka secara lebar, sehingga para sahabat senior tidak hanya menetap dimadinah namun juga bebas keluar madinah untuk mengajar. Selain itu kodifikasi mushaf yang diketuai oleh Zain bin Tsabit merupakan ide agung sebagai sumbangsih untuk umat Islam sampai saat ini.
4.      Krisis kepercayaan kepada khalifah Ali bin Abi Thalib  dengan berbagai pemberontakan dibeberapa wilayah, nampaknya menjadi sebab stagnannya pendidikan  pada masa enam tahun kepemimpinannya. Munculnya khawarij salah satu bukti terjadinya fanatisme yang berlebihan yang menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam.



DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Abdu al-Daim “al-Tarbiyah ‘Abra al-Tarikh Min al-‘Ushur al-Qadimah Ila Awail al-Qarn al-‘Isyrin” Cet. V. Bairut; Darul al-Ilm Li al-Malayin, 1973.
Al-Hafidz Ibnu Katsir “Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung” Penj. Abu Ishan al-Atsari. (Jakarta; Darul Haq, 2002.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Surabaya: Abditama, 1997
Badri Yatim, M.A “Sejarah Peradaban Islam”2008, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2008
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Fatah Yasin “Dimensi-dimensi Pendidikan Islam”, Malang: UIN Press, 2008.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakkarta : Hidayakarya Agung, 1989.
Mahmud Syakir, “al-Tarikh al-Islamy; al-Khulafau al-Rasyidun” Vol. III, Bairut: al-Maktab al-Islami, 2000.
Samsul Munir Amin M.A. “Sejarah Peradaban Islam”. Jakarta; Amzah, 2009
Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta; Prenada Media, 2008.
Sukarno dan Ahmad Supardi, “Sejarah dan Filsafat Islam”. Bandung: Angkasa, 1983.
Sulthan Fatoni “Peradaban Islam; disain awal peradaban, konsolidasi teologi konstruk pemikiran dan pencarian madrasah” cet.III.  Jakarta; eLSAS, 2011.
Syalabi “Sejarah Kebudayaan Islam 1”  Penj. Mukhtar Yahya. Jakarta; Pustaka Al Husna Baru, 2003.
http://astriyaniwinda.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none



[1] Fatah Yasin “Dimensi-dimensi Pendidikan Islam”, (Malang: UIN Press, 2008), h.,  25.
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Surabaya: Abditama, 1997), h.,  6.


[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h., 67
[4] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h., 68.
[5] Badri Yatim, M.A “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2008), h., 36.
[6] Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta; Prenada Media, 2008), h.,  45.
[7] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakkarta : Hidayakarya Agung, 1989), h.,  18.
[8] Kuttab berarti menurut bahasa adalah bentuk jama’ dari kata katib yang berarti orang yang menulis. Namun kata ini direduksi menjadi sebuah istilah bagi lembaga pendidikan yang sebenarnya sudah ada sejak sebelum Islam, namun masih terbilang minim. Pada masa awal Islam, Kuttab sebenarnya terbagi menjadi dua, 1)kuttab khusus, yaitu lembaga pendidikan membaca dan menulis, yang berada dirumah para pengajar. 2) kuttab umum, yaitu lembaga pendidikan al-Quran yang berada di masjid-masjid Lihat Abdullah Abdu al-Daim “al-Tarbiyah ‘Abra al-Tarikh Min al-‘Ushur al-Qadimah Ila Awail al-Qarn al-‘Isyrin” Cet. V. (Bairut; Darul al-Ilm Li al-Malayin, 1973) 146
[9] http://asfahanialshafy.blogdetik.com/2011/10/04/pola-pendidikan-islam-pada-periode-khulafaur-rasyidin/
[10] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h., 77.
[11] Sukarno dan Ahmad Supardi, “Sejarah dan Filsafat Islam”, (Bandung: Angkasa, 1983), h., 51
[12] Syamsul Nizar. “Sejarah Pendidikan ...... Op.Cit, h., 47.

[13] http://itarizki.blogspot.com/2011/04/pendidikan-masa-khulafaur-rasyidin.
[14] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h., 87.
[15] A. Syalabi “Sejarah Kebudayaan Islam 1”  Penj. Mukhtar Yahya, (Jakarta; Pustaka Al Husna Baru, 2003), h.,  231.

[16] Mahmud Syakir, “al-Tarikh al-Islamy; al-Khulafau al-Rasyidun” Vol. III, (Bairut: al-Maktab al-Islami, 2000), h.,  233.
[17] Al-Hafidz Ibnu Katsir “Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung” Penj. Abu Ishan al-Atsari,  (Jakarta; Darul Haq,2002), h., 349.
[18] Syamsul Nizar. “Sejarah Pendidikan ... Op.Cit. 49.
[19] Samsul Munir Amin M.A. “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta; Amzah, 2009), h., 105.
[20] Samsul Munir Amin M.A. “Sejarah Peradaban ...Op.Cit. 109
[21] Ibid. 110
[22] Badri Yatim, M.A “Sejarah Peradaban ...Op.Cit.  39
[23]Ibid.  40
[24] Terjadinya tahkim, disebabkan adanya beberapa sahabat dikubu Ali bin Abi Thalib yang berselisih. Sebagian besar sahabat Ali menerima tawaran Mu’awiyah untuk damai, namun sebagian kecil diantara mereka menolak, mereka antara lain Asy’ari bin Qais al-Kindi, Mas’ud al-Fadaki al-Tamimi dan Zain bin Hasan al-Thai. Kelompok Khawarij ini sempat ditumpas oleh Ali dalam pertempuran yang dikenal dengan perang Nahrawan, namun sebagian khwarij dapat meloloskan diri, antara lain Abdurrahman bin Muljim yang kemudian dalam sebuah kesempatan membunuh Ali bin Abi Thalib. Kelompok yang memiliki selogan Anna al-Hukma Lillah ini dipimpin Abdullah bin Kiwa’, Abdullah bin Wahhab al-Rasibi, Hurquz bin Zuhri al-Bajili. Lihat Sulthan Fatoni “Peradaban Islam; disain awal peradaban, konsolidasi teologi konstruk pemikiran dan pencarian madrasah” cet.III,   (Jakarta; eLSAS, 2011), h., 31.
[25]Syamsul Nizar. “Sejarah Pendidikan ....Op.Cit.50
[26] http://elangjawa-hidup.blogspot.com/2010/12/makalah-spi-pengembangan-pendidikan
[27] http://astriyaniwinda.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS